NARASINETWORK.COM - Madiun, Komunitas pecinta sejarah, Historie Van Madioen (HvM), yang lebih dikenal dengan nama Kompas Madya, mengadakan acara bertajuk "Pengenalan HvM dan Buka Bersama". Acara ini berlangsung di kediaman Pakde Sulung (Sulung Setyo Wahono) di Jalan Cempedak, Gang 04, Taman, Kota Madiun. Dimulai pada pukul 15.00 hingga waktu berbuka puasa, acara ini menjadi momentum penting bagi anggota komunitas untuk memperdalam pemahaman mereka tentang sejarah Madiun serta mempererat tali silaturahmi, Sabtu (8/03/2025).
Acara yang bersifat undangan tertutup ini dibuka dengan pengenalan sejarah komunitas HvM oleh ketua terpilih saat ini, Septian Dwita Kharisma. Dalam sesi ini, Septian menyampaikan materi pengantar tentang sejarah Madiun serta metodologi penelitian sejarah. Acara semakin berkesan dengan pembacaan puisi refleksi sejarah oleh Fileski Walidha Tanjung, seorang penyair asli Madiun. Fileski merasa terhormat dapat membacakan karyanya di hadapan para pegiat sejarah yang selama ini telah berkontribusi dalam melestarikan sejarah Madiun.
“Ini adalah pengalaman luar biasa. Selain berbagi puisi, saya juga bertemu kembali dengan teman-teman lintas komunitas yang sudah lama tidak berjumpa. Ternyata sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana kita menjalin kembali hubungan dan menciptakan sejarah baru,” ujar Fileski.
Para undangan yang hadir dalam acara ini terdiri dari anggota HvM yang juga aktif di berbagai komunitas sejarah dan budaya, antara lain Widia Astuti, Tatang Susanto, Widodo Wid, Sulung Setyowahono, Wiwik Setyo Wahono, Ayu Wahyu, Jacobus Wasit, serta para anggota baru, salah satunya Evarista Kurniawati.
Widia Astuti, salah satu peserta, mengapresiasi inisiatif HvM dalam memperkenalkan sejarah Madiun secara lebih mendalam. “Forum seperti ini sangat penting untuk menjaga dan melestarikan sejarah daerah kita. Dengan pendekatan yang lebih inovatif dan kreatif, generasi muda akan semakin tertarik untuk memahami sejarah mereka sendiri,” ujarnya.
Sementara itu, Jacobus Wasit menambahkan, “Diskusi kali ini sangat menarik, karena tidak hanya membahas sejarah dalam konteks akademik, tetapi juga dalam keseharian kita. HvM telah menjadi wadah yang sangat baik untuk merawat ingatan kolektif Madiun.”
Dalam sesi diskusi, para anggota HvM membahas langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas kegiatan komunitas ke depan. Dengan adanya inovasi serta kreativitas dari anggota baru, diharapkan HvM dapat terus berkembang dan menjangkau lebih banyak masyarakat, khususnya generasi muda.
Pakde Sulung Setyo Wahono sebagai tuan rumah menyampaikan harapannya terhadap komunitas ini. “Saya berharap HvM terus berkembang dan semakin dikenal sebagai komunitas yang menjaga warisan sejarah Madiun. Ini bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga tentang bagaimana kita membawa sejarah ke masa depan.”
Acara ditutup dengan buka bersama yang penuh kehangatan, menandai semangat kebersamaan dalam merawat dan melestarikan sejarah Madiun. Dengan kolaborasi yang semakin erat, HvM optimis dapat terus menjadi jembatan bagi masyarakat dalam mengenali dan mencintai sejarah kotanya.
Berikut tiga puisi karya Fileski yang dibacakan di acara ini:
1. Halaman Pertama Nasib
Aku lahir dari denyut jalan-jalan tua
yang menghafal langkah-langkah moyangku
Sejarah memahat namaku di batu-batu sunyi
tempat para leluhur bersedekap dalam senja
Dinding-dinding kota ini bukan sekadar batu bata,
melainkan naskah yang disusun mimpi-mimpi
Dibacakan kepada yang sudi mendengar
tentang perang yang mengajarkan luka,
tentang damai yang menumbuhkan cahaya
Aku berjalan, menatap bayangan masa lalu
yang bersandar pada tiang-tiang gedung tua
Ia berkata, Ingatlah, jangan cuma sekadar datang dan pergi,
tanah ini adalah halaman pertama nasib kita.
2025
2. Sejarah yang Bernafas dalam Diri
Ada lorong-lorong sempit dalam tubuhku
tempat peristiwa lampau yang bersarang
Di sanalah tapak kaki prajurit gugur
menggema dalam detak nadiku
Sejarah menatapku dengan mata perunggu
menyusup dalam garis tanganku yang retak
ia berkata, Jangan kau hadang langkah kami dengan lupa
Kami bukan sekadar kabar yang layu di arsip-arsip tua
Aku pun menjadi sungai bagi ingatan
membawa arus kejayaan yang dulu mengalir
dan menjaga arus kesalahan masa lalu
agar tak tumpah ke masa depan
2025
3. Kota Berkeringat Waktu
Kota ini berkeringat waktu,
tiap tetesnya jatuh menjadi sungai cerita
Jalanan adalah urat nadi peristiwa
yang berdenyut di bawah langkah kaki kita
Langit ini pernah menghitam oleh jelaga perang
tanah ini pernah memerah oleh darah para peramu takdir
Namun di dadanya yang luas
berkecambah akar keteguhan
Aku mendengar suara dari batu-batu trotoar
mereka berkata:
Jika kau berjalan tanpa melihat ke belakang,
maka kau tak akan tahu ke mana harus pulang
2025
(*)