GKJW Madiun, GUSDURian, dan Kelompok Lintas Iman Gelar Buka Puasa Bersama : Merajut Toleransi Keragaman

Minggu, 16 Mar 2025 10:30
Dalam semangat mempererat persaudaraan dan merawat keberagaman, Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Madiun bersama GUSDURian Madiun serta kelompok lintas iman menggelar acara Bagi Takjil dan Buka Bersama pada Sabtu (15/03/2025). GKJW & Gusdurian Madiun

NARASINETWORK.COM - Madiun, Dalam semangat mempererat persaudaraan dan merawat keberagaman, Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Madiun bersama GUSDURian Madiun serta kelompok lintas iman menggelar acara Bagi Takjil dan Buka Bersama pada Sabtu (15/03/2025). Kegiatan yang berlangsung di Basement GKJW Jemaat Madiun, Jl. Panglima Sudirman No. 13, Kota Madiun, ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat dari beragam latar belakang agama dan organisasi.

Hadir dalam acara ini Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), BEM STAINU Madiun, IPNU-IPPNU, Jaringan Kebudayaan Madiun, serta masyarakat umum lainnya. Sejumlah tokoh masyarakat turut serta dalam kegiatan ini, di antaranya Pendeta Brahm Kharismatius, Yakobus Wasit, Fileski Walidha Tanjung, Titus Tri Wibowo, Agnes Adhani, Dian Widiyawati, Nugroho Budi Wibowo, dan Ulil Absor.

Acara ini bertujuan memupuk solidaritas dan kebersamaan antar umat beragama. Haris Saputra, Koordinator GUSDURian Madiun, menegaskan bahwa kegiatan ini rutin digelar setiap tahun di bulan Ramadan.

“Acara ini rutin diadakan setiap tahun. Harapannya, semoga semangat kebersamaan ini menular ke berbagai elemen masyarakat lainnya,” ujar Haris.

Meskipun hujan sempat mengguyur Kota Madiun, semangat para peserta tidak surut. Mereka tetap bersemangat membagikan ratusan paket takjil kepada para pengguna jalan di depan GKJW Madiun.


Pendeta GKJW Madiun, Brahm Kharismatius, menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi bukti bahwa kerukunan antar umat beragama bisa terus terjaga.

“Kami ingin menunjukkan bahwa di Madiun ini, kita hidup rukun dan damai. Harapannya, kebersamaan ini terus terjaga dan menjadi inspirasi bagi masyarakat luas,” ungkapnya.

Selain pembagian takjil dan buka puasa bersama, acara ini juga diisi dengan Sarasehan Kebangsaan, doa lintas iman, serta pembacaan puisi menjelang berbuka.

Sastrawan Fileski Walidha Tanjung membuka sarasehan dengan pembacaan puisi bertema toleransi dan harmoni dalam keberagaman, yang dikolaborasikan dengan gerak tari oleh Nugroho Budi Wibowo. Puisi karya Fileski yang lainnya juga dibacakan oleh Dian Widiyawati dan Viktoria Oso.

Suasana semakin hangat ketika peserta meneriakkan yel-yel persatuan:

"Ubur-ubur ikan lele — NKRI harga mati, lee!"

Gelak tawa dan sorak sorai memenuhi ruangan, menciptakan momen kebersamaan yang penuh keakraban.

Koordinator GUSDURian Madiun, Haris Saputra, menegaskan bahwa acara ini bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi juga menjadi simbol komitmen untuk membangun hubungan lintas agama yang lebih inklusif.


“Kita harus berani keluar dari zona nyaman dalam melihat hubungan antarumat beragama. Semoga ini menjadi pemicu semangat toleransi yang lebih luas di masa mendatang,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan pesan dari Gus Dur, bahwa umat Muslim tidak hanya meminta dihormati saat berpuasa, tetapi juga harus menghormati mereka yang tidak berpuasa. 

“Acara ini adalah refleksi nyata bahwa keberagaman adalah anugerah. Melalui seni, kita bisa menyampaikan pesan toleransi dengan cara yang lebih mendalam dan menyentuh hati. Semoga kebersamaan ini menjadi inspirasi bagi banyak orang.” Ujar Fileski. 

“Kegiatan seperti ini sangat penting untuk memperkuat solidaritas di tengah keberagaman. Kita membutuhkan lebih banyak ruang dialog dan kebersamaan seperti ini agar persatuan di masyarakat semakin kokoh.” Ujar Titus Tri Wibowo. 

Dengan adanya acara ini, GKJW Madiun dan seluruh elemen yang terlibat berharap semangat kebersamaan terus tumbuh dan menjadi penguat toleransi di Kota Madiun.

“Semoga ini bukan sekadar acara tahunan, tapi menjadi gerakan yang menginspirasi banyak orang untuk terus menjaga harmoni dan persaudaraan lintas iman,” tutup Pendeta Brahm Kharismatius.

Melalui kegiatan ini, Madiun kembali menunjukkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekuatan yang bisa menyatukan. Semangat persaudaraan dan kebersamaan akan terus berkobar, menebarkan cahaya toleransi bagi negeri. 

Berikut beberapa puisi karya Fileski yang dibacakan di acara ini: 

Sajadah dan Salib 

Langit biru tanpa sekat-sekat  

sajadah terhampar luas

dan salib menjulang tinggi ke atas 

di antara cakrawala doa-doa 

Angin bertanya: "Kemana arah doamu itu mengudara?"  

Ia mengantarkan kepasrahan menuju kedamaian 

Ia menyampaikan keikhlasan menuju 

yang tanpa pilih kasih.  


Jangan kau titipkan dingin pada angin,  

sebab ia tak pernah kenal rumah, 

ia hanya kenal perjalanan.  

Seperti diriku dan dirimu

dua hati dengan kitab yang berbeda,  

tapi doa kita 

sama-sama menanam keteduhan. 


Jika engkau adalah matahari,  

jangan biarkan pepohonan meranggas 

Jika engkau adalah gunung

maka jadilah bayang-bayang.  

Karena tanpa bayang-bayang,  

matahari hanya kesepian di puncak

kesombongan.


2025 


Jendela dan Hujan 


Hujan mengetuk jendelaku,  

mengirim irama yang sama di hatimu.  

Apakah hujan bertanya sebelum ia turun:

"Hai yang di bawahku, apa agamamu?"

kurasa hujan tak akan bertanya

seperti itu


Toleransi adalah tetes-tetes hujan,  

ia datang dari langit yang sama,  

membasahi bumi tanpa pilih nama

Sekalipun matahari

tak akan bisa menghadang derasnya

yang berjatuhan di taman-tamanmu.  


Sebab tanpa tamanmu

lebah pun enggan bercumbu 

dan bunga-bungaku

 juga akan layu.  

2025


Lilin di Rumah Besar (dibacakan Viktoria Oso) 


Rumah besar ini,  

dibangun dengan pilar-pilar

Satu lilin tak akan cukup memberikan terangnya

sekalipun engkau lilin yang sangat besar

tak akan mampu menyingkap

lorong-lorong gelap rumah ini.


Engkau datang membawa cahaya

meski dengan warna yang berbeda

Aku pun berpijar,

bukan berarti cahayaku lebih terang

dari cahayamu  


Jadi biarkan jendela rumah ini terbuka, 

biarkan sinar purnama itu masuk kedalamnya

seperti toleransi yang menyala-nyala

di dada kita.  


Kita adalah lilin-lilin kecil yang menyala

dan perlahan meleleh seperti waktu

pada ujungnya, apa yang tersisa selain gelap dan kesendirian?

Bukankah seribu lilin kecil yang berpijar,

yang tersebar, yang menjalar

lebih baik daripada satu lilin yang besar

yang menyala sendirian.

Sebab kebersamaan dalam pijar adalah rahmat

yang menjadikan rumah kita terasa hangat.


2025 


Nafas yang Sama (dibacakan Dian Widiyawati) 


Di pasar kecil di sudut kota,  

aku mendengar azan dan lonceng gereja bersahut-sahutan

dari keduanya kudengar nafas 

yang tak mengenal keangkuhan

yang tak mengenal kesombongan 


Jangan kau tanyakan apa yang dihirup

oleh mayoritas

atau seberapa banyak udara yang

menjadi hak para minoritas

sebab tak ada yang bisa menggenggam udara, apalagi memilikinya


Bukankah nafas adalah pemberian-Nya

bernafas adalah 

bermakna menghirup dan melepas

kita hidup untuk

belajar menerima dan melepas

tak mungkin kita bisa menghirup

 tanpa melepas.


Jika ada yang lupa cara bernafas

sesungguhnya ia telah mati

meski detak detiknya masih berlari.

2025


(*)



Berita Terkini

"BACA-BACA" LEWAT TRADISI HAROA - MUNA

Wisata • Kamis, 6-Mar-2025 13:00