Wawancara Tokoh : Melepas Jangkar di Bulan Ramadan D. Zawawi Imron, Kisah, Kata, dan Inspirasi

Minggu, 30 Mar 2025 10:00
D Zawawi Imron dan Aburizal Bakrie di acara para penerima Penghargaan Achmad Bakrie XX 2024. Pada Bidang Seni dan Budaya: Sastra D. Zawawi Imron dari Madura menyerahkan lukisan karyanya pada Aburizal Bakrie. D Zawawi Imron

NARASINETWORK.COM - Madura, D. Zawawi Imron, nama yang tak asing lagi bagi pencinta sastra Indonesia. Lebih dari sekadar penyair, ia adalah pelopor kebangkitan penyair daerah, mematahkan anggapan bahwa penyair berkualitas hanya lahir dari kota-kota besar. Karya-karyanya, khususnya kumpulan puisi Bulan Tertusuk Ilalang, yang juga menjadi judul film Garin Nugroho tahun 1999, telah mengukuhkan posisinya dalam sejarah kesusastraan Indonesia.

Bulan Tertusuk Ilalang bukan sekadar judul sebuah puisi, tetapi juga representasi dari perjalanan kreatif Zawawi Imron, sebuah perjalanan yang penuh liku dan inspirasi. Kumpulan puisi ini, bersama dengan Nenek Moyangku Air Mata, bahkan diangkat Subagio sebagai topik makalah dalam Pertemuan Sastrawan Nusantara V di Makassar tahun 1986. Subagio memuji Zawawi atas pengucapan pribadinya yang khas, mengungkapkan dunia imajinasi surealis yang melampaui batas-batas kenyataan.

Pengaruh sastra dunia juga terlihat dalam karya-karya Zawawi. Ia mengaku mengagumi penyair-penyair besar seperti Chairil Anwar, Amir Hamzah, Iqbal, dan Jalaluddin Rumi, menunjukkan keluasan wawasan dan apresiasinya terhadap sastra universal. Kekaguman ini mungkin telah mewarnai dan memperkaya gaya penulisannya yang unik dan khas. Puncak pengakuan atas kontribusinya baru-baru ini diraihnya. D. Zawawi Imron terpilih sebagai salah satu penerima Penghargaan Achmad Bakrie XX Tahun 2024 di bidang Seni dan Budaya: Sastra. Anugerah ini akan diberikan pada Malam Penganugerahan di Ciputra Artpreneur Theatre Jakarta, 25 Agustus 2024.

Penghargaan ini menjadi bukti nyata atas dedikasi dan kontribusi besarnya terhadap perkembangan sastra Indonesia. Ia bukan hanya penyair, tetapi juga inspirasi bagi para penyair muda di seluruh Indonesia, khususnya mereka yang berasal dari daerah. Kisah hidupnya membuktikan bahwa bakat dan kreativitas dapat bersemi di mana saja, melampaui batas geografis dan sosial.

Berikut petikan wawancara mendalam dengan D. Zawawi Imron (Abah Yai), sastrawan dan mubaligh ternama asal Madura, mengenai makna Ramadan dan peran literasi dalam memperkaya kehidupan spiritual. Wawancara ini dilakukan di tengah kesibukan beliau, namun Abah Yai dengan ramah meluangkan waktu untuk berbagi hikmah dan inspirasi kepada NARASINETWORK.COM

1. Bagaimana literasi dapat menjadi penuntun bagi kita untuk mencapai makna spiritual yang lebih dalam selama bulan suci ini?

J : "Bulan Ramadan, bagi saya, adalah bulan yang istimewa. Ia bukan sekadar bulan puasa menahan lapar dan dahaga, melainkan juga bulan untuk memperkaya jiwa. Al-Quran, kitab suci umat Islam, menjadi bacaan utama. Namun, literasi tak berhenti di situ. Membaca buku, baik fiksi maupun non-fiksi, membuka cakrawala berpikir kita, memperluas perspektif, dan membantu kita merenungkan makna kehidupan yang lebih dalam. Di bulan Ramadan, kita lebih peka terhadap pesan-pesan spiritual, dan literasi menjadi jembatan untuk memahami dan menghayati pesan-pesan tersebut."

2. Abah Yai dikenal dengan puisi-puisi yang terinspirasi dari budaya Madura. Bagaimana tradisi dan nilai-nilai Madura tercermin dalam karya-karya Abah, khususnya dalam konteks Ramadan?

J : "Budaya Madura, dengan segala kekayaan tradisi dan nilai-nilainya, telah membentuk saya. Ramadan di Madura memiliki nuansa tersendiri, penuh dengan kearifan lokal yang sarat makna spiritual. Saya mencoba menuangkan pengalaman dan pengamatan saya tentang Ramadan di Madura ke dalam karya-karya saya. Misalnya, kehidupan pesantren yang kental dengan nilai-nilai keagamaan, kedermawanan masyarakat Madura, dan ketahanan hidup mereka di tengah keterbatasan. Semua itu menjadi inspirasi bagi puisi-puisi dan tulisan saya. Dalam konteks Ramadan, saya mencoba menggambarkan bagaimana tradisi dan nilai-nilai tersebut memperkaya kehidupan spiritual masyarakat Madura."

3. Ramadan menjadi waktu refleksi. Apa pesan utama yang ingin Abah sampaikan kepada pembaca melalui karya-karya Abah di bulan suci ini?

J : "Melalui karya-karya saya, saya ingin mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan spiritual mereka selama Ramadan. Ramadan adalah waktu yang tepat untuk berintrospeksi, memperbaiki diri, dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

"Saya juga ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan saya tentang Islam, khususnya dalam konteks budaya Madura, dengan harapan dapat menginspirasi pembaca untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Menulis bagi saya adalah sebuah proses refleksi diri yang kemudian saya bagikan kepada pembaca."

4. Menjadi seorang penulis, Abah tentu menyimpan banyak rahasia inspiratif. Apa saja kiat-kiat literasi yang dapat kita terapkan selama bulan Ramadan untuk memaksimalkan kualitas hidup?

J : "Kiat-kiat literasi selama Ramadan sebenarnya sederhana. Pertama, tetapkan waktu khusus untuk membaca dan menulis, meskipun hanya sebentar. Kedua, pilih bacaan yang sesuai dengan kebutuhan spiritual kita. Ketiga, jangan ragu untuk menuliskan refleksi dan pengalaman kita selama Ramadan. Menulis dapat membantu kita untuk lebih memahami diri sendiri dan memperkuat ikatan kita dengan Tuhan. Dan yang terpenting, niatkan semua aktivitas literasi kita sebagai ibadah." 

5. Membentangkan Layar Kemanusiaan: Sebagai mubalig, Abah tentu melihat sastra sebagai alat yang ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan Islam. Bagaimana Abah melihat peran sastra dalam menjembatani nilai-nilai spiritual dan kehidupan masyarakat?

J : "Sastra memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan spiritual. Sastra mampu menyentuh hati pembaca dengan cara yang lebih personal dan mendalam dibandingkan dengan metode lain. Melalui sastra, nilai-nilai Islam dapat dikomunikasikan dengan lebih efektif kepada masyarakat, khususnya kepada mereka yang mungkin belum terbiasa dengan pendekatan keagamaan yang formal. Sastra dapat menjembatani kesenjangan antara nilai-nilai spiritual dan kehidupan sehari-hari masyarakat."

6. Jika Abah boleh merekomendasikan beberapa buku atau karya sastra karya Abah untuk dibaca di bulan Ramadan 2025?

J : "Saya merekomendasikan beberapa karya saya yang mungkin relevan dengan suasana Ramadan, seperti kumpulan cerita pendek yang mengangkat tema kehidupan masyarakat Madura, Lautmu dan Tak Habis Gelombang (2000) yang menggambarkan keindahan dan tantangan kehidupan di pesisir, Celurit Emas (1980) yang merupakan sebuah satire sosial, Kujilat Manis Empedu yang penuh dengan metafora kehidupan, dan Bulan Tertusuk Ilalang yang menggambarkan kerinduan akan kampung halaman. Dan tentu saja, Nenek Moyangku Airmata, terpilih sebagai buku puisi terbaik dengan mendapat hadiah Yayasan Buku Utama 1985. sebuah karya yang telah mendapat penghargaan "The S.E.A pada 2012. Write Award merupakan penghargaan dari keluarga kerajaan Thailand untuk para penulis di kawasan ASEAN. 

Jakarta - Madura, 30 Maret 2025

Berita Terkini