Wawancara Tokoh : "Beyond the Canvas: Wayan Jengki Sunarta on Art, Literature, and Literacy"

Minggu, 30 Mar 2025 20:00
Beyond the Canvas: Wayan Jengki Sunarta on Art, Literature, and Literacy. Wayan Jengki Sunarta

NARASINETWORK.COM - Bali, Dari kanvas hingga halaman buku, perjalanan seni Wayan Jengki Sunarta menginspirasi. Dalam wawancara bersama NARASINETWORK.COM, Wayan Jengki Sunarta tidak hanya berbagi tentang hubungan harmonis antara seni lukis dan sastra dalam mengekspresikan diri, tetapi juga pengalaman pribadinya yang dipengaruhi oleh sosok inspiratif seperti Umbu Landu Paranggi. Beliau juga mengungkapkan pandangannya tentang tantangan dan peluang literasi di era digital, serta upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat baca generasi muda Indonesia.

Wayan Jengki Sunarta bukan hanya penyair, namun dia juga seorang pelukis. Lukisannya berjudul : Kibaran Pakaian dan Ikan-Ikan Berenang di Langit (akrilik di kanvas, 60 x 60 cm, 2021) - di Desa Adat Batuyang. (Foto : Wayan Jengki Sunarta).

Berikut petikan wawancara kami ;

1) Bli Wayan, bagaimana Bli melihat pentingnya literasi di tengah perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat?

J: Literasi secara umum adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, memahami, menghitung, berbicara, dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Literasi mencakup kemampuan mengolah informasi dan kemampuan mengomunikasikan gagasan/ide secara efektif.

Di tengah perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, penguasaan literasi menjadi sangat penting, agar kita tidak hanyut atau tenggelam dengan berita/data palsu yang banyak beredar di internet. Masalahnya, meski banyak orang bisa menggunakan media sosial atau internet, namun banyak juga yang tertipu dengan berita/data palsu. Di sinilah pentingnya kesadaran literasi dalam diri seseorang tumbuh dan berkembang. Kesadaran literasi berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis menggunakan logika atau nalar.

2) Bagaimana literasi dapat membantu generasi muda menghadapi arus informasi yang deras dan terkadang menyesatkan?

J: Melek literasi menjadi suatu keharusan. Sebab jika tidak melek, kita akan mudah diombang-ambingkan arus informasi yang begitu deras. Minimal kita bisa membedakan berita/data palsu dengan berita/data yang benar. Dengan melek literasi kita bisa paham cara mencari data yang benar di internet.

Melihat kesenjangan literasi yang masih cukup signifikan di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda, apa yang menurut Bli dapat dilakukan untuk mengatasinya?

J: Salah satu yang harus dilakukan adalah terus menerus membangun kesadaran literasi di kalangan generasi muda, terutama ketika berhadapan dengan internet, termasuk AI. Generasi muda perlu terus mengembangkan pemikiran kritis, tidak menelan mentah-mentah suatu data/berita.

Strategi apa yang efektif dan bagaimana peran berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat, dalam upaya ini?

J: Pengenalan literasi sejak dini, dimulai dari playgrup/TK hingga perguruan tinggi. Caranya adalah membuat workshop-workshop literasi yang menyenangkan di berbagai lapisan masyarakat. Pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga swasta, lembaga lain dan lapisan masyarakat harus bisa bersinergi menggerakkan literasi di kalangan generasi muda.

3) Apa saja tantangan dan peluang yang dihadapi dalam membangun budaya literasi di era digital? Bagaimana kita dapat memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan minat baca dan akses terhadap informasi berkualitas?

J: Era digital mengandung paradoks. Di satu sisi mempermudah kehidupan manusia, namun di sisi lain juga bisa menyesatkan manusia. Jika literasi rendah, terutama minat baca, maka orang akan mudah terjebak pada berita/data palsu yang disebarkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Kita bisa melihat betapa banyaknya konten-konten hoax yang beredar di internet. Orang-orang yang tidak paham menggunakan teknologi internet dan tidak berpikir kritis atau tidak punya kemampuan memilah dan mencerna informasi cenderung menelan mentah-mentah segala konten yang beradar di internet, termasuk konten palsu.

Namun, internet, terutama media sosial juga bisa menjadi peluang untuk menyebarkan informasi yang benar dan akurat. Internet, terutama media sosial, juga bisa menjadi wahana untuk membangun kesadaran literasi dan mengembangkan jaringan literasi yang bermutu. Misalnya membuat program literasi yang kreatif berbasis digital, menggencarkan kampanye literasi lewat media sosial, menggandeng para penulis untuk memberikan pendidikan literasi, dan sebagainya.

4) Bagaimana Bli menilai minat membaca di kalangan generasi muda saat ini? Apa saja faktor yang menurut Bli mempengaruhi minat baca mereka, baik faktor internal maupun eksternal?

J: Jika minat baca dikaitkan dengan baca buku cetak yang bermutu, secara umum menurun sangat rendah. Minat membeli buku juga sangat rendah. Faktor internal yang memengaruhi antara lain menganggap membaca buku hanya membuang waktu, tidak memiliki minat terhadap buku, menganggap buku tidak penting. Faktor eksternal yang memengaruhi antara lain ketertarikan dan ketergantungan yang tinggi pada ponsel, media sosial, internet. Generasi muda sekarang lebih senang menonton youtube, reels, tiktok, atau main game online ketimbang membaca buku atau membaca konten-konten bermutu di internet.

5) Bagaimana peran media sosial dalam membentuk kebiasaan membaca generasi muda? Apakah media sosial dapat menjadi jembatan bagi mereka untuk mencintai literasi, atau justru menjadi penghambat?

J: Secara umum media sosial bisa menjadi peluang atau jembatan untuk menumbuhkan kecintaan literasi pada generasi muda dengan syarat kesadaran literasi telah tumbuh dan terbangun pada diri generasi muda. Bagaimana bisa mencintai literasi jika tidak memahami atau menyadari pentingnya literasi? Salah satu cara menumbuhkan kecintaan literasi lewat media sosial adalah dengan membuat konten-konten kontekstual yang bermutu berbasis data yang akurat di media sosial. Jadi, jangan menjadikan media sosial hanya sebagai ajang curhat atau ngrumpi, tapi jadikan wahana untuk diskusi kreatif atau saling berbagi konten-konten bermutu.

6) Apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat baca generasi muda?

J: Karena generasi muda lebih tertarik pada internet dan media sosial, maka gunakanlah perangkat itu untuk menumbuhkan kecintaan literasi pada generasi muda. Salah satu caranya, misalnya dengan membuat dan menyebarkan konten-konten kontekstual yang bermutu dan berbasis data yang akurat.

Jika literasi dikaitkan dengan basis buku cetak, maka buatlah dan sebarkan buku-buku bermutu dengan tampilan menarik dan kreatif, bikin lomba-lomba penulisan resensi atau mengulas buku atau lomba penulisan lain dengan target sasaran generasi muda dengan hadiah yang menggiurkan. Selain itu bisa dengan membuat diskusi-diskusi menarik dan kreatif di komunitas masing-masing, diskusi berbasis buku atau bedah buku atau kegiatan membaca buku pilihan secara bersama-sama. Kegemaran membaca biasanya akan menumbuhkan kebiasaan atau kegemaran menulis jika seseorang menemukan pergaulan yang tepat dalam dunia literasi.

7) Bagaimana pengaruh sosok Umbu Landu Paranggi terhadap perjalanan literasi Bli Wayan? Apa yang paling berkesan dan inspiratif yang Bli pelajari dari beliau?

J: Saya bertemu Umbu Landu Paranggi pertama kali pada bulan Agustus 1993 ketika saya masih kelas dua SMA di sebuah acara apresiasi seni. Saat itu saya sudah sering mengirimkan puisi-puisi saya ke Bali Post edisi Minggu dimana Umbu sebagai redakturnya.

Umbu adalah sosok guru puisi yang tidak pernah mengajar saya secara langsung dalam menulis puisi. Saya banyak memetik pelajaran puisi dan pelajaran kehidupan lewat motivasi-motivasi atau komentar-komentarnya yang tidak secara langsung mudah dimengerti namun perlu dikupas lapisan-lapisannya sehingga menghasilkan perenungan hidup.

Pertemuan saya dengan Umbu adalah suatu kisah dan perenungan yang sangat panjang untuk dijelaskan. Yang jelas, bagi saya, Umbu adalah sosok inspiratif yang turut memengaruhi jalan hidup saya hingga saat ini. Bagi saya, Umbu adalah teladan sekaligus legenda.

Yang membuat saya sangat terkesan adalah kesetiaan Umbu pada jalan puisi melebihi segala-segalanya. Sebab menurut Umbu, puisi adalah kehidupan dan kehidupan adalah puisi.

Umbu sangat menghargai bakat-bakat generasi muda, tidak hanya di bidang puisi, namun di segala bidang yang positif. Umbu adalah seorang pencari bakat dalam kerumunan generasi muda lalu menyemai, merawat, dan memelihara bakat-bakat tersebut hingga tumbuh menjadi pohon yang berbuah dan berguna bagi banyak orang.

Umbu sangat meneladani ajaran Ki Hajar Dewantara: ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

8) Sebagai seorang pelukis dan penulis, bagaimana Bli melihat hubungan antara seni lukis dan sastra dalam mengekspresikan diri? Apa yang membuat Bli tertarik pada kedua bentuk seni ini, dan bagaimana kedua bentuk seni tersebut saling melengkapi dalam karya-karya Bli?

J: Saya menyukai seni lukis sejak kanak-kanak. Dulu saya sempat berkeinginan jadi pelukis, eh malah jadi penyair. Namun bagi saya seni lukis dan seni puisi sama-sama menyenangkan dan mampu mewakili ekspresi batin saya. Sejak SMP saya senang menulis puisi. Belakangan kemudian saya menulis prosa liris, cerpen, esai, ulasan seni rupa. Dan setelah tamat kuliah di Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Universitas Udayana pada tahun 2001, saya sempat bekerja jadi wartawan setahun. Kemudian saya kuliah di Jurusan Seni Lukis Institute Seni Indonesia (ISI)- Denpasar, tapi tidak sampai tamat.

Ketika saya buntu menulis, maka saya menuangkan ekspresi lewat melukis. Terkadang saya melakukan alih wahana dari puisi ke lukisan atau lukisan ke puisi. Jika saya menulis, saya perlu waktu khusus untuk konsentrasi dan tidak bisa diganggu. Namun jika saya melukis, saya tidak perlu waktu khusus dan saya bisa melukis sambil ngobrol dengan teman-teman jika kebetulan mereka datang ke rumah saya.

Ketika saya menerbitkan buku puisi “Jumantara” pada 2021, saya menggunakan lukisan saya sebagai cover buku dan sketsa-sketsa saya untuk ilustrasi puisi-puisinya. Ada beberapa teman juga meminta lukisan atau sketsa saya untuk cover atau ilustrasi buku-bukunya.

Menulis dan melukis adalah dua karunia keindahan yang dianugerahkan Semesta kepada saya, maka saya wajib mensyukuri dan menekuninya semampu saya.

Jakarta - Bali, 30 Maret 2025

WAYAN JENGKI SUNARTA, lahir di Denpasar, Bali, 22 Juni 1975. Lulusan Antropologi Budaya, Fakultas Sastra, Universitas Udayana. Pernah kuliah Seni Lukis di ISI Denpasar. Mulai menulis puisi sejak awal 1990-an. Kemudian merambah ke penulisan prosa liris, cerpen, feature, esai/artikel seni budaya, kritik/ulasan seni rupa, dan novel. Tulisan-tulisannya dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, di antaranya Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Suara Pembaruan, The Jakarta Post, Jawa Post, Pikiran Rakyat, Bali Post, Jurnal Kebudayaan Kalam, Jurnal Cerpen Indonesia, Majalah Sastra Horison, Majalah Gong, Majalah Visual Arts, Majalah Arti. Buku-buku sastranya yang telah terbit adalah Jumantara (puisi; Pustaka Ekspresi, 2021), Solilokui (puisi; Pustaka Ekspresi, 2020), Amor Fati (puisi; Pustaka Ekspresi, 2019), Petualang Sabang (puisi; Pustaka Ekspresi, 2018), Senandung Sabang (catatan perjalanan; Badan Bahasa, 2017), Montase (puisi; Pustaka Ekspresi, 2016), Magening (novel; Kakilangit Kencana, 2015), Perempuan yang Mengawini Keris (cerpen; Jalasutra, 2011), Pekarangan Tubuhku (puisi; Bejana, 2010), Impian Usai (puisi; Kubu Sastra, 2007), Malam Cinta (puisi; Bukupop, 2007), Cakra Punarbhawa (cerpen; Gramedia, 2005), Purnama di Atas Pura (cerpen; Grasindo, 2005), Pada Lingkar Putingmu (puisi; Bukupop, 2005). Ia meraih sejumlah penghargaan, antara lain: Krakatau Award 2002 dari Dewan Kesenian Lampung, Cerpen Pilihan Kompas 2004, Cerpen Terbaik Kompas 2004 versi Sastrawan Yogyakarta, Nominator Lomba Naskah Monolog Anti Budaya Korupsi se-Indonesia 2004, Nominator Anugerah Sastra Majalah Horison 2004, Anugerah Widya Pataka dari Gubernur Bali (2007), Longlist Khatulistiwa Literary Award (2010), Lima Belas Nominator Sayembara Buku Puisi Yayasan Hari Puisi Indonesia (2016 dan 2018), Sebelas Terbaik Lomba Cipta Cerpen dan Puisi Nasional yang digelar Disparbud DKI Jakarta dan Yayasan Hari Puisi Indonesia (2019), Penghargaan Bali Jani Nugraha 2020 dari Gubernur Bali, Buku Puisi Terbaik versi Yayasan Hari Puisi Indonesia 2021 untuk buku puisi Jumantara.
















Berita Terkini